Gara-gara Virus Corona Umrah Disetop dan Haji Terancam

Bagikan Artikel Ini:

Gara-gara Virus Corona Umrah Disetop dan Haji Terancam

Suaraburuhnews.com – Pemerintah Arab Saudi menerbitkan larangan sementara bagi peziarah dua kota suci, Mekah dan Madinah, juga wisatawan umum, untuk berkunjung ke negara itu demi mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19. Tidak ada toleransi: larangan itu berlaku untuk semua negara, tak terkecuali Indonesia.

Ratusan ribu calon peziarah atau jemaah umrah asal Indonesia terdampak. Mereka yang sudah mengantongi visa dan bersiap pergi ke Tanah Suci terpaksa ditunda. Mereka yang masih mengurus visa pun ditangguhkan. Entah sampai kapan.

Saudi tak menentukan batas waktu penangguhan itu, bisa sebentar dan bisa juga lama, mengingat wabah virus corona sudah menghantui dunia, bukan hanya China. Bahkan, tujuh warga Saudi positif terinfeksi corona dalam kasus di Kuwait dan Bahrain.

Penangguhan itu bisa berdampak juga pada musim haji tahun 2020. Jemaah calon haji asal Indonesia, gelombang pertama, dijadwalkan berangkat pada 26 Juni 2020. Memang masih cukup lama —empat bulan menjelang. Tetapi, persiapan-persiapannya, misal urusan akomodasi dan transportasi jemaah, mesti dipastikan jauh-jauh hari.

Jumlah jemaah umrah asal Indonesia mencapai lebih dari 1 juta orang per tahun atau lebih dari 100 ribu orang per bulan. Minat masyarakat Indonesia untuk berumrah meningkat dari tahun ke tahun dan diperkirakan mencapai 1,26 juta orang pada 2020. Angka yang tidak sedikit mengingat Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.

Pemerintah Indonesia, sebagaimana Presiden Joko Widodo sampaikan, memaklumi dan menghormati kebijakan pemerintah Saudi. Selain karena larangan itu merupakan bagian dari hak dan kedaulatan setiap negara, Saudi juga berupaya keras mengantisipasi hal yang lebih penting dan mendesak: melindungi warga negaranya agar tidak tertular virus corona.

Tetapi, Dewan Perwakilan Rakyat menuntut Pemerintah Indonesia tidak begitu saja menerima keputusan Saudi, meski urusan pencegahan penularan corona harus diutamakan. Dewan, sebagaimana diungkapkan Komisi VIII, Ace Hasan Syadzily, mendesak pemerintah Indonesia agar meminta Saudi menjelaskan penangguhan itu berlaku sampai kapan. Penjelasan itu penting agar ada kepastian waktu penangguhan meski dapat direvisi kemudian menyesuaikan situasi di dalam negeri Saudi.

Ace memaklumi kebijakan itu meski sebetulnya cukup kaget. Sebab, katanya, kebijakan itu seolah meng-gebyah uyah atau menyamaratakan bahwa semua warga asing, termasuk Indonesia, berpotensi menularkan virus corona di Saudi. Padahal, sejauh ini Indonesia nihil dari kasus corona. Lagi pula, Saudi sebetulnya sudah terbiasa menangani kasus-kasus seperti itu; “… negara yang setiap hari didatangi warga negara lain dari seluruh dunia untuk pelaksanaan ibadah umrah, termasuk jemaah muslim dari China.”

Pemerhati haji dan umrah sekaligus Ketua Umum Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfuddin, setuju dengan pendapat DPR. Dia menghormati sepenuhnya kebijakan Saudi, tetapi mestinya tak sekaku itu, terutama pada Indonesia yang sejauh ini nihil kasus corona.

Ade menilai, Saudi terbiasa menangani pencegahan-pencegahan penyebaran virus seperti itu dari warga asing, termasuk dari jemaah umrah atau haji. Mestinya, dia menyarankan, Saudi melarang tanpa toleransi warga asing yang negaranya dilaporkan terpapar corona, tetapi melonggarkan bagi negara yang sejauh ini nihil seperti Indonesia. Saudi juga tetap bisa menerapkan prosedur-prosedur pemeriksaaan secara ketat, sesuai protokol Badan Kesehatan Dunia, terhadap jemaah asal Indonesia.

“Jadi, tidak sekaku itu,” kata Ade, kepada VIVAnews, mengacu pada informasi yang dia terima bahwa ada sejumlah jemaah umrah asal Indonesia yang sudah berada di Saudi yang dicegah beribadah umrah dan malahan segera dipulangkan. Mereka yang sudah telanjur di Tanah Suci, menurutnya, mestinya tetap diizinkan beribadah umrah, walaupun harus terlebih dahulu dikarantina.

Dia mengapresiasi Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi yang melobi pemerintah Saudi agar jemaah asal Indonesia, terutama yang sudah mendapatkan visa, agar diizinkan masuk negara itu dengan pertimbangan Indonesia nihil corona. Namun, dia juga mengingatkan, pemerintah mesti memperkuat diplomasinya untuk bernegosiasi, misalnya, menuntut kompensasi dari Saudi terhadap jemaah asal Indonesia yang keberangkatan umrahnya dibatalkan atau ditunda.

Bagaimana pun jemaah umrah mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk ibadah itu. Penundaan, atau risiko terburuknya pembatalan, tak hanya merugikan mereka secara materi melainkan juga psikologis.

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi telah menghubungi Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia agar mengizinkan jemaah umrah asal Indonesia yang sudah telanjur di Saudi. Lagi pula, Retno berdalih, mereka yang sudah berada di Saudi itu sesungguhnya telah terbang sebelum keputusan penangguhan diumumkan oleh Pemerintah Raja Salman.

DPR juga mengingatkan agar pemerintah bersikap kritis atas kebijakan pemerintah Saudi itu. Anggota Komisi VIII DPR, Selly Andriany Gantina, misalnya, yang menilai wabah virus corona telah menjadi masalah dunia, melampaui wilayah epideminya di China. Bahkan, itu sudah menjadi pembahasan di luar kesehatan. “Dia (virus corona) sudah jadi komoditas politik,” katanya, “yang bisa menentukan suatu hubungan ekonomi, budaya, agama antarnegara.”

Ade Marfuddin berharap penangguhan kunjungan ke Arab Saudi itu tak berlarut-larut, dan yang lebih penting, tak terjadi penularan virus corona di dalam negeri Saudi. Sebab, musim haji sudah menjelang. Kalau penangguhan kunjungan itu berkepanjangan, sedikit atau banyak akan memengaruhi persiapan penyelenggaraan haji.

Sejauh ini, menurut Ade, sistem penyelenggaraan haji secara umum sudah mapan, artinya tak perlu dikhawatirkan secara berlebihan bahwa persiapan-persiapannya bakal terganggu. Namun, seandainya ditemukan kasus penularan corona di dalam negeri Saudi, bukan tidak mungkin pemerintah negara penjaga dua kota suci itu membuat kebijakan baru terhadap penyelenggaraan haji serupa kasus umrah. Indonesia, sebagai negara pengirim jemaah haji terbesar di dunia tentu saja paling terdampak.

Pemerintah Indonesia pun, katanya, perlu menyiapkan berbagai antisipasi, misalnya, selagi warga asing dilarang masuk Saudi, Kedutaan Besar RI di sana harus mengerahkan aparaturnya untuk membereskan segala persiapan penyelenggaraan haji. Tujuannya agar ketika kelak Saudi sudah membuka masuknya warga asing, sekian persen persiapan penyelenggaraan haji sudah beres. (sumber: VIVAnews).

Poto: ilustrasi Haji.

Komentari Artikel Ini