Ini Hak Jawab Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Riau, Dugaan KPP Madya Pekanbaru Pembiaran Pajak Puluhan Milyar Suplayer Pabrik PT SLS Pelalawan
Pekanbaru – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada suaraburuhnews yang telah turut berpartisipasi dan membantu DJP dalam penyebaran informasi perpajakan kepada masyarakat melalui artikel yang informatif. Namun demikian kami mencatat bahwa terdapat satu artikel yang dimuat pada suaraburuhnews.com yang perlu dikoreksi berjudul “Dugaan KPP Madya Pekanbaru Pembiaran Pajak Puluhan Milyar Suplayer Pabrik PT SLS Pelalawan” yang tayang pada hari Sabtu, 3 Agustus 2024.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan ini Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan hak jawab atas judul dan materi pada artikel tersebut sebagai berikut:
1. Pada artikel tersebut, Saudara memberi judul:
“Dugaan KPP Madya Pekanbaru Pembiaran Pajak Puluhan Milyar Suplayer Pabrik PT SLS Pelalawan”.
Dapat kami sampaikan bahwa kami tidak setuju dan keberatan dengan keseluruhan judul artikel tersebut, di mana dalam judul artikel tersebut media menggunakan kalimat yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya sehingga berpotensi menggiring opini negatif, menimbulkan kesalahan persepsi, dan kesalahan interpretasi pada publik.
2. Pada artikel di paragraf pertama menyebutkan bahwa:
“…erat kaitananya kesengajaan yang dilakukan oleh oknum petugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Pekanbaru”.
Dapat kami sampaikan bahwa kami tidak setuju dan keberatan atas penggiringan seolah-olah KPP Madya Pekanbaru tidak melaksanakan tugas dan fungsi edukasi dan pengawasan kepada Wajib Pajak. Perlu kami sampaikan bahwa KPP Madya Pekanbaru telah melaksanakan fungsi dan tugas pengawasan yang sangat maksimal kepada seluruh Pengusaha Kena Pajak yang mana berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor PMK-64/PMK.03/2022 menyebutkan bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan barang hasil pertanian berupa TBS kepada pengusaha pabrikan kelapa sawit wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN kepada kas negara dengan tarif 11%. Namun demikian, berdasarkan ketentuan 2
Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan TBS kepada pengusaha pabrikan kelapa sawit dapat memilih nilai lain dengan tarif efektif sebesar 1,1% dengan ketentuan PPN dipungut dan disetorkan oleh pengusaha pabrikan kelapa sawit.
3. Pada paragraf keenam dalam artikel juga, Saudara menyebutkan bahwa:
“Berdasarkan aturan pajak, pengusaha yang dikenakan wajib pajak membayarkan pajak penghasilan (PPh) juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) saat memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).”
Atas pernyataan Saudara tersebut, perlu kami luruskan bahwa berdasarkan aturan perpajakan yang berlaku, kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang memperoleh/ menerima penghasilan melalui pemotongan/ pemungutan dan disetorkan sendiri oleh Wajib Pajak, sedangkan kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan beban pembeli Barang Kena Pajak (BKP) dalam hal ini TBS yang dipungut dan disetorkan oleh PKP Penjual.
4. Pada paragraf kedelapan juga menyebutkan bahwa:
“Dalam dugaan penggelapan pajak terhadap pengusaha suplayer pada pabrik PT SLS Pelalawan, duganya sengaja dibuat keterlambatan oleh oknum petugas pajak KPP Madya Pekanbaru, dimana KPP Madya Pekanbaru jauh sebelum membengkak tunggakan pajak sudah membuat surat klarifikasi.”.
Atas pernyataan Saudara di atas, kami berpendapat bahwa konteks kalimat yang Saudara sampaikan tidak jelas, ambigu, kontradiktif serta dibuat berdasarkan asumsi penulis yang tidak didasarkan fakta yang jelas dan akurat. Dapat kami luruskan bahwa pada faktanya KPP Madya Pekanbaru memiliki sistem pengawasan terhadap seluruh Pengusaha Kena Pajak sehingga sejak dini KPP Madya Pekanbaru sudah melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak.
5. Pada paragraf kesembilan juga menyebutkan bahwa:
”Informasi yang juga diperoleh wartawan, tidak adanya dilanjutkan ke tingkat pemeriksaan pengusaha nunggak pajak, dan ketika mengetahui nilai tunggakan pajak penagihan tidak dilakukan dengan menurunkan juru sita serta tidak melakukan pelimpahan penggelapan pajak, baik ke penyidik kejaksaan maupun penyidik Polri di Riau,”
Atas pernyataan Saudara diatas, kami berpendapat bahwa konteks kalimat yang Saudara sampaikan tidak jelas dan tidak berdasarkan fakta yang jelas dan akurat sehingga berpotensi menggiring opini publik pada institusi DJP. Sesuai dengan SOP yang berlaku, Kami telah melakukan dua pendekatan dalam memastikan kepatuhan wajib pajak yaitu administratif meliputi edukasi, pengawasan dan pemeriksaan. Di sisi lain, kami juga melaksanakan fungsi penegakan hukum terhadap tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak.
6. Pada paragraf kesepuluh juga menyebutkan bahwa:
”Apakah ada dugaan gratifikasi oleh oknum pegawai KPP Madya Pekanbaru sehingga terjadi pembiaran terhadap pengusaha wajib pajak milyaran rupiah di Riau, atau uang
3 pajak sengaja digelapkan oleh wajib pajak Suplayer TBS pabrik PT SLS milik Astra Grup
tersebut, atau pabrik PKS PT SLS dinilai lalai dalam menertibkan suplayer dalam
penyerahan pajak, dan apakah ada oknum karyawan pabrik PT SLS yang terlibat dalam
tunggakan pajak tersebut, hingga saat ini masih terus didalami wartawan,”
Menurut kami, pertanyaan Saudara yang tertuang pada kalimat diatas berpotensi menggiring opini publik yang tidak baik pada institusi kami serta mengandung unsur ketidakbenaran yang merugikan nama baik profesi pegawai pajak. Perlu kami sampaikan bahwa KPP Madya Pekanbaru sangat menjunjung tinggi komitmen integritas dalam setiap pelaksanaan tugas yang terkait dengan pemenuhan hak dan kewajiban wajib pajak. Seluruh pegawai juga terikat dengan
kode etik dan kode perilaku ASN Kementerian Keuangan. Kami juga tekankan bahwa DJP telah
memiliki sistem pemantauan rutin atas kepatuhan kode etik dan kode perilaku para pegawai dan
telah menyediakan saluran resmi pengaduan atas layanan, dugaan pelanggaran kode etik dan
dugaan tindak pidana perpajakan melalui website www.pengaduan.pajak.go.id. yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (11), (12), dan (13); Pasal 3 ayat (1); Pasal 5 ayat (1) dan (3); serta Pasal 6 dan Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta mengacu pada Peraturan Dewan Pers Nomor:6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers, serta dalam rangka menerapkan prinsip pemberitaan yang berimbang, benar, tepat, akurat, dan sesuai fakta yang ada, kami meminta agar suaraburuhnews.com melakukan ralat dan koreksi baikterhadap judul maupun isi pemberitaan terkait poin-poin tersebut pada terbitan berikutnya agar tidak terjadi kekeliruan informasi dan kesalahan persepsi masyarakat. Dengan demikian diharapkan pemberitaan yang dilakukan dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat luas melalui penyampaian informasi yang tepat, akurat, dan benar.***