Rapor Merah Tipikor di Kecamatan Kuala Kampar 2 Mantan Kades Tersandung

Bagikan Artikel Ini:

Rapor Merah Tipikor di Kecamatan Kuala Kampar 2 Mantan Kades Tersandung

Tajuk

Suaraburuhnews.com – Pangkalan Kerinci – Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat kasus korupsi di sektor anggaran desa menjadi kasus yang terbanyak ditindak oleh aparat penegak hukum selama tahun 2019 lalu bila dibandingkan sektor-sektor lainnya.

Data ICW menunjukkan, terdapat 46 kasus korupsi di sektor anggaran desa dari 271 kasus korupsi selama 2019. Korupsi anggaran desa tercatat memberi kerugian negara hingga Rp 32,3 miliar.

“Banyaknya korupsi dana desa ini menunjukkan belum adanya sistem yang secara komprehensif dilakukan atau dibuat oleh Pemerintah dalam hal pengawasan dana desa,” kata Peneliti ICW Wana Alamsyah di Kantor ICW, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

Wana menuturkan, fenomena korupsi anggaran desa yang terus muncul perlu dijadikan sebagai catatan serius bagi pemerintah.

Menurut Wana, pemerintah harus mendorong mendorong keterbukaan dan akuntabilitas keuangan desa dengan pemanfaatan teknologi informasi.

“Pemerintah juga perlu melakukan upaya pendampingan kepada kepala desa dan aparaturnya agar dapat mengelola anggaran desa dan memperkuat kapasitas warga desa untuk mengawasi dana desa,” ujar Wana.(KOMPAS.com/2/2020).

Hari ini di Kabupaten Pelalawan propinsi Riau faktanya tak jauh berbeda apa yang disampaikan oleh ICW. Di satu Kecamatan dua orang mantan Kepala Desa terandung kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Mantan Kepala Desa (Kades) Sungai Solok, Abdul Haris (45) dan Bendaharanya Nurweli dinyatakan jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal mengelola dana desa atau APBDes.

Perbuatan Abdul Haris dan Nurweli yang menyebabkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp 1,4 miliar lebih itu, diganjar jaksa dengan tuntutan hukuman pidana penjara selama 6 tahun untuk Abdul Haris dan 4,5 tahun penjara, untuk Nurweli.

Berdasarkan amar tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Pelalawan Andre Pratama SH dan Jodi Valdano SH, pada sidang yang digelar secara online Selasa (31/3/20) sore itu. Kedua terdakwa bersalah melanggar pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaiman diubah dan ditanbah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 junto pasal 55 KUHP.

Baca Juga :  Rusdinur SH MH : Aneh,Kejaksaan Negeri Bangkinang Belum Ada Menetapkan Tersangka Baru BOK

Hari ini Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pelalawan menetapkan mantan Kades Sungai Upih desa tetangga Sungai Solok Kecamatan Kuala Kampar berinisial HU ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun anggaran 2018.

“Setelah gelar perkara kita tetapkan seorang tersangka yakni HU yang merupakan mantan Kades Sungai Upih. Alat bukti yang ada sudah mencukupi untuk penetapan HU jadi tersangka,” terang Kepala Seksi (Kasi) Pidsus Kejari Pelalawan, Andre Antonius SH, kepada Tribun Pekanbaru.com, Minggu (12/7/2020).

Kades HU menjabat atau memimpin Desa Sungai Upih dan mengelola anggaran desa yang dikucurkan pemerintah pusat maupun pemda.
Dalam penggunaannya, jaksa mencium ada aroma korupsi dan penyelewengan APBDes oleh Kades HU.

Kasi Pidsus, Andre Antonius menyebutkan indikasi korupsi yang ditemukan penyidik yakni adanya kegiatan atau program yang tidak selesai dilaksanakan dalam APBDes.

Kemudian ada juga kegiatan yang tidak terlaksana sama sekali selama tahun anggaran 2018. Namun pada kenyataannya APBDes habis digunakan oleh perangkat desa.

Setelah dilakukan penyelidikan dan dinaikan status ke penyidikan, jaksa melakukan perhitungan kerugian negara dari auditor. Setelah hasilnya keluar, barulah diketahui negara dirugikan sebesar Rp900 juta akibat penyalahgunaan APBDes tersebut.

“Tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tambah Andre.

Dalam waktu dekat, eks Kades Sungai Upih akan diperiksa sebagai tersangka untuk melengkapi berkas perkara.

Jaksa terus mendalami kasus rasuah ini untuk mencari indikasi keterlibatan pihak lain. Jika hal itu ditemukan, potensi penambahan tersangka masih berpeluang.

Lantas Seksi Pidsus melakukan serangkaian penyelidikan untuk mengumpulkan bahan, keterangan, serta bukti-bukti berdasarkan laporan awal.

Baca Juga :  Kejati Riau dan Kejari Pelalawan Diam Di Tempat Usut Penguasaan Pelepasan Kawasan Hutan Perkebunan Kelapa Sawit Di Dalam Kawasan Hutan

Dari penyelidikan ditemukan adanya peristiwa tindak pidana korupsi dalam penggunaan uang negara itu.

Peningkatan status penanganan perkara Tipikor APBDes Sungai Upih setelah melihat bukti-bukti yang dimiliki semakin terang benderang.

Hal ini juga diperkuat adanya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Inspektorat Pelalawan terhadap APBDes Sungai Upih.

Kerugian negara yang timbul diakibatkan oleh praktik korupsi itu mencapai Rp 905.882.584,-.

Angka itu berasal dari penggunaan Dana Desa (DD), Anggaran Dana Desa (ADD), dan Bantuan Keuangan (Bankeu) selama tahun 2018.

Koprs Adhyaksa telah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terjadi orang-orang yang terlibat dalam pemakaian anggaran tersebut.

Total ada sembilan saksi yang dimintai keterangan dalam membuka tabir perkara korupsi ini yanki perangkat desa serta pejabat dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD).

Ditengah perjalanan penyidikan yang dilakukan jaksa, mantan Kades Sungai Upih Husaepa melakukan pengembalian uang yang diduga dari APBDes sebesar Rp75 juta.

Uang tersebut berstatus titipan dari saksi kepada kejaksaan dan belum kategori sebagai uang pengganti lantaran kasusnya masih bergulir.

“Tersangka menitipkan uang sebesar Rp75 juta dan belum kategori uang pengganti. Proses hukum masih berjalan sampai sekarang,” kaya Andre.

Banyaknya korupsi yang terjadi yang menyeret Kepala Desa atau di bidang lainya sesungguhnya bagian yang tidak terpisahkan dari program preventif anti korupsi itu sendiri.

Tentu ada kaitannya dengan program yang dilakukan oleh pemerintah setempat maupun dari penegakan hukum itu sendiri dalam program pencegahan dan pemberantasan korupsi bagi penguna anggaran. Baik di level desa sampai ke tingkat Kabupaten setempat.

Dengan demikian apa yang di katakan oleh ICW bahwa banyaknya korupsi dana desa ini menunjukkan belum adanya sistem yang secara komprehensif dilakukan atau dibuat oleh Pemerintah dalam hal pengawasan dana desa. Akankah menambah rapor merah kasus korups di Kabupaten ini? Wallahu a’lam bis-shawab.

Ditulis : Rojuli
Editor : Aps
Poto. : Ilustrasi

Komentari Artikel Ini