Dukung Bupati Meranti Minta Tinjau Izin PT.SRL ke Menteri LHK; Dr.Elviriadi: Supaya Tak Terulang Aksi Jahit Mulut dan Aruk Tanah Janta
Pekanbaru – Akhirnya, Pelaksana Tugas Bupati Kepulauan Meranti, Asmar mengambil sikap tegas terkait konflik lahan yang terjadi antara masyarakat Desa Tanjung Kedabu dengan PT Sumatera Riang Lestari (SRL). Asmar meminta agar perusahaan pemasok kayu ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tersebut, menghentikan sementara aktivitasnya di lahan yang dipersengketakan masyarakat.
Konflik dipicu, menurut Ramli (warga ) karena PT SRL diduga merusak tanaman masyarakat. Buktinya kata Ramli, banyak tanaman berupa sagu dan karet dibabat habis oleh alat berat milik SRL saat melakukan land clearing.
“Di lapangan tidak seperti itu, mereka pun melanggar perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dengan membabat habis kebun kami. Yang jelas tanaman karet kami sudah bergelimpangan. Jika mereka (SRL) mengklaim lahan kami masuk ke dalam areal konsesi, tapi saat ini kami tidak pernah tahu dan tidak diberitahu dimana batasnya, tidak ada tugu atau patokannya.
Menyikapi hal itu pakar lingkungan Dr.Elviriadi mengaku prihatin.
Saya sangat prihatin sekaligus miris. Kok bisa diera modern sekarang ini pihak swasta tak mengecek kondisi lapangan sebelum mengantongi izin? Kan jelas ada kebun masyarakat, kok bisa masuk areal perusahaan? Tanya dia geram.
Pengurus PP Muhammadiyah itu mengingatkan akan bahaya dimasa lalu terulang.
“Sekitar 11 tahun lalu kan terjadi tragedi di Kab Meranti. Gara gara perusahaan juga, timbul konflik yang ekstrim. Waktu itu, anak anak Pulau Padang aksi jahit mulut, berhari hari kemah depan gedung DPRD Riau. Lalu sekampung dari seberang naik pompong ke Selatpanjang dalam aruk tanah jantan. Menduduki kantor bupati Meranti. Dan terakhir aksi bakar diri depan istana yang untung kita cegah. Kita tak mau hal itu terulang, ” pinta putra asli Selatpanjang.
Akademisi yang kerap jadi ahli di pengadilan itu mendukung pak Bupati minta tinjau ulang ijin.
“Suai tekak. Untung bupati Meranti tegas. Ijin itu kan harus jelas tata batasnya. Ada AMDAL kalau nak gali parit dan merubah bentang alam. Ada aspek sosial budaya juga sesuai bunyi Diktum SK Menhut Tentang HTI itu. Jadi yang wajar wajar ajalah. Yang logis dan berpatutan, ” imbuhnya.
Acçcch payah. Seluruh Indonesia macam gitu. Heran betol saye. Dah Hancur hutan, nak hancur pulak kehidupan masyarakat. Lelamo temakol pun meloncat ke jambat goyang takut Ekscavator cukong. Kepunan telouw temakol cukonglaaaaa, ” pungkas peneliti gambut yang rela gundul demi hutan Kedapu Rapat.***