MENIKMATI PUASA JAMAN NOW

Bagikan Artikel Ini:

MENIKMATI PUASA JAMAN NOW

Oleh: H. Joni.

Berjuta hikmah bisa ditarik sebagai pelajaran kehidupan tentang Ramadhan dengan puasa sebagai ibadah utamanya. Hikmah itu tak akan pernah habis digali di sepanjang masa, semenjak ditetapkannya kewajiban puasa pada tahun ke dua dari hijrah Rasulullah SAW. Tak akan pernah basi, di sepanjang waktu, tempat dan keadaan. Itulah sebabnya puasa (Ramadhan) menjadi satu diantara lima rukun Islam yang agung.

Dari berjuta hikmah itu jika dirincikan sekurangnya dua makna yaitu secara individual, dan kedua secara sosial. Makna itulah yang menjadi dasar penguat dalam  menjalankan ibadah Ramadhan saat ini. Atau orang menyebutnya sebagai berpuasa pada  zaman now.  Dalam keterbatasan bahasa manusia, hal itu menjadi pelajaran yang sangat berharga dan berlaku di sepanjang masa, di sepanjang waktu dan di sepanjang keadaan.

Makna Indvidual

Dalam bahasa sederhana, makna individual dari ibadah di bulan Ramadhan dan yang menandai puncaknya adalah puasa terjalin hubungan vertikal. Maksudnya adalah hubungan antara hamba dengan sang khaliq. Hal ini ditegaskan dalam ayat tentang kewajiban puasa, agar yang berpuasa memperoleh gelar muttaqin. Gelar muttaqin akan diperoleh secara individual manakala orang menjalankan puasa sesuai dengan syariatnya.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh seluruh ahli hadist, bahwa puasa itu menjadi sebuah momentum yang perhitungan pahalanya langsung dilaksanakan Allah Azza wajalla. Dalam hadis itu dinyatakan bahwa seluruh amal anak adam adalah untuk dirinya. Tetapi khusus untuk puasa langsung menjdi urusan Allah SWT. Allah yang akan membalas, sesuai dengan kodrrat dan sifatnya yang menjadikan puasa itu sebagai momentum penilaian khusus terhadap sang hamba.

Ditegaskan bahwa setiap amalan baik anak Adam adalah untuk dirinya. Setiap kebaikan digandakan dengan sepuluh kali ganda bahkan sampai seratus kali ganda.  Allah Azza wa Jalla berfirman kecuali  puasa. Ia adalah untukKu dan Akulah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwatnya, makannya dan juga minumnya demi Aku. Untuk setiap hamba  yang puasa ada dua kegembiraan. Kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu Allah nanti di hari kiamat.

Di dalam hadits dimaksud juga ditegaskan bahwa puasa merupakan sebuah benteng, pelindung ataupun penghalang diri dari perbuatan yang  tidak baik. Selama seseorang  berpuasa tidak diperkenankan untuk berkata kotor dan ataupun berbuat perbuatan tidak baik. Untuk itu jika seseorang diajak untuk bermaksiat maka hendaklah menyatakan ‘’inni shoimun’’ , artinya menjawab bahwa sesungguhnya aku berpuasa.

Bahwa aspek individual merujuk pada “Asshiyamu junnatun, puasa itu merupakan sebuah benteng ,pelindung ataupun penghalang”. Maksudnya secara individual puasa melindungi dan menghalangi diri dari perbuatan tidak baik. Seperti halnya yang sudah dipahami bahwasanya puasa tidak hanya menahan lapar dan haus namun yang terpenting adalah menahan diri dari hawa  nafsunya. Mengontrol dan menguasai diri sendiri.

Aspek Sosial

Dimaksudkan dengan aspek sosial puasa adalah ibadah yang secara tepat dapat menyesuaikan diri pada waktu, tempat dan keadaan yang bagaimanapun. Sebagai sebuah syariat puasa harus dijalankan oleh manusia yang hidup di muka bumi. Menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan berbeda bentuk perlakuannya dari tiap saat dan masa serta keadaan.

Puasa yang menjadi kewajiban manusia hidup harus dijalankan di kawasan kutub utara yang tak pernah mengenal malam atau matahari besinar terus hamper di sepanjang tahun. Atau  di benua yang sedang terjadi peperangan dan bara konflik tiada henti seperi ti Timur Tengah. Atau di tempat yang serba berkekurangan bahan makan bahkan terjadi kelaparan seperti di sebagian belahan benua Afrika.

Dalam pandangan sederhana saja, di tanah air, puasa di era tahun 70an, misalnya ketika teknologi belum menyentuh kehidupan masyarakat Indonesia, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Saat itu puasa dilaksanakan dengan serba sederhana. Hal itu jika dipandang dari saat sekarang. Pada era itu, masyarakat bisa menjalani ibadah puasa dengan baik serta menjalani rutinitas keseharian tanpa adanya teknologi canggih. Namun justru di era itu segalanya malah berjalan serba alami. Pertanda buka alami diambil dari peristiwa alam. Saat sahur juga demikian. Saat menunggu buka dengan berbagai aktivitas yang seluruhnya tergantung kepda alam.

Aspek sosial itu juga teceremin dari perilaku individual dan komunikasi dengan sesama. Semuanya berlangsung sederhana sesuai degan masanya. Namun puasa tetap relevan dan tidak basi ditelan masa. Itu adalah kebesaran Illahi yang sedemikian agung telah menggariskan puasa sebagai bentuk ibadah yang relevan dengan waktu, kapanpun di manapun dan dalam kondisi sosial yang bagaimanapun.

Menikmati Puasa Zaman Now

Menikmati bulan suci Ramadan di zaman now dengan pergeseran dan perubahan yang terjadi di sepnjang masa juga tetapp up to date. Sekarang ini orang menyebutnya sebagai era globalisasi dengan pertanda dasarnya adalah serba on line. Berbagai fasilitas kehidupan dapat dinikmati dengan instan dari rumah dengan sarana televisi dan alat komunikasi seperti HP dan gadget.  Intinya jaman sekarang yang serba modern ini telah memberikan kepada manusia akses yang lebih untuk menikmati setiap momen kehidupan.

Namun demikian utuk menjalankan puasa  tantangannya justru jauh  lebih berat. Banyaknya konten yang bertentangan dengan nilai Islam, seperti tayangan porno, tayangan yang tidak mendididik dan seterusnya justru membuat puasa di jaman now ini harus ekstra hati hati. Konten prnografi, bahkan pornoaksi marak di internet yang jika tidak tahan godaan akan menjadi konsumsi harian. Itu tentu saja pada satu sisi bisa memersingkat puasa dan menyegerakan waktu. Namun pada sisi lain sangat bertentangan dengan ajaran puasa.

Oleh karena itu nilai puasa harus dikembalikan kepada asalnya yaitu bentuk pengabdian kepada Allah yang menjadi sarana komunikasi hanya searah. Hanya untuk dan demi Allah Robbulkarim baik tujuan maupun prlaksanannya. Apapun yang dikerjakan manusia tidak akan pernah luput dari penglihatan dan pandangan Allah Robbuljalil. Oleh karena itu jaman now yang serba mudah ini harus diapresiasi justu dengan terus menjaga diri untuk tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai Islam dan makna Ramadhan. Hanya dengan demikian seseorang akan merengkuh gelar muttaqin: hamba yang bertaqwa.**

Foto: DR H JONI,SH, MH.

Komentari Artikel Ini