POTENSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN MENURUT UNDANG UNDANG CIPTAKERJA (8)
Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH***
MANAJEMEN PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN
PERKEMBANGAN mutakhir berikutnya adalah pengelolaan manajemen sumber daya ikan. Berdasarkan publikasi Rencana Strategis Dirjen Perikanan Budidaya KKP thn 2020-2024, ada 2 komponen utama pembentuk yakni pengaturan alokasi (sumber daya ikan dan izin) serta pemantauan pelaksanaan perizinan. Pengaturan alokasi mencakup instrumen pengalokasian SDI dan izin oleh pemerintah pusat serta proses pemberian izin baik oleh pemerintah pusat, daerah, maupun upaya integrasi izin pusat-daerah.
Adapun pemantauan pelaksanaan perizinan dilakukan melalui instrumen penerapan elogbook, penempatan observer, serta peningkatan kepatuhan pada laporan LKU-LKP. Optimalisasi manajemen sumber daya ikan, utamanya akan dapat tercapai seiring konsep pengelolaan berbasis WPP diterapkan secara penuh. Manajemen sumber daya ikan mencakup berbagai komponen kegiatan pada kegiatan pengelolaan sumber daya ikan dan kegiatan pengelolaan perizinan.
Pertama, Manajemen Usaha Penangkapan Ikan. Bahwasanya manajemen usaha penangkapan ikan berisi segala mekanisme terkait pengaturan pemanfaatan sumber daya ikan oleh nelayan, sehingga sifatnya merepresentasikan irisan antara manajemen sumber daya ikan dan manajemen nelayan. Selain itu, manajemen usaha penangkapan ikan juga dapat dianggap sebagai ujung tombak sinergi antara penyediaan supply (sumber daya ikan) dan pemenuhan demand (hasil tangkapan ikan).
Mengacu pada peran strategis tersebut, manajemen usaha penangkapan ikan sebenarnya menjadi tahapan yang paling penting dalam mencapai berbagai outcome pembangunan perikanan tangkap, yakni meliputi peningkatan kelestarian sumber daya ikan, pendapatan nelayan, daya saing hasil tangkapan, kontribusi ekonomi langsung, serta multiplier effect lainnya. Manajemen sumber daya ikan mencakup berbagai komponen kegiatan pada kegiatan pengelolaan pelabuhan perikanan, dan kegiatan pengelolaan kapal perikanan dan alat penangkapan ikan.
Kedua, Pengelolaan Sumber Daya Ikan pada Komponen Perikanan Budidaya. Bahwa secara makro, Indonesia mempunyai potensi sumber daya alam kelautan dan perikanan yang sangat besar. Peran penting kelautan dan perikanan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden nomor 18 Tahun 2020. RPJMN ini berpedoman pada Presiden menetapkan 5 arahan utama focus pembangunan, yaitu pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi. Kelima arahan utama presiden tersebut dituangkan dalam tujuh agenda pembangunan, dimana pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2020-2024 terkait dengan agenda penguatan ekonomi, pengembangan wilayah, pembangunan infrastruktur, pembangunan lingkungan hidup dan stabilitas politik, hukum, pertahanan, dan keamanan, serta pelayanan publik.
Indikator Kinerja Utama dan Produksi Kelautan
Adapun Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Tahun 2015 – 2019 dapat diklairifikasi bedasarkan pada pembangunan perikanan budidaya dilaksanakan dalam rangka mewujudkan peningkatan produksi perikanan budidaya berkelanjutan dengan arah kebijakan sebagai berikut: 1. Pengelolaan Sistem Kawasan dan Kesehatan Ikan;2. Pengelolaan Sistem Perbenihan Ikan;3. Pengelolaan Sistem Produksi dan Usaha; 4. Pengelolaan Sistem Pakan dan Obat Ikan.
Sekaitan dengan produksi ikan, maka dari tahun 2015-2019 mengalami peningkatan, yaitu dari 4,36 juta ton pada tahun 2015 menjadi 6,41 juta ton pada 2019, atau rata-rata kenaikan per tahun sebesar 10,25% (KKP 2019). Untuk produksi rumput laut dari tahun 2015 – 2019 menunjukan tren penurunan, dari 11,26 juta ton di tahun 2015 menjadi 9,91 juta ton di tahun 2019 (angka sementara), atau penurunan per tahun 3,14% (KKP 2019). Akan tetapi, produksi rumput laut memberikan kontribusi yang paling besar terhadap total produksi perikanan budidaya, dengan share sebesar 60% terhadap produksi. Besarnya kontribusi rumput laut terhadap total produksi perikanan budidaya disebabkan karena kegiatan budidaya rumput laut banyak dilakukan di Indonesia.
Besarnya minat masyarakat terhadap kegiatan budidaya rumput laut karena masa pemeliharaan yang singkat yaitu 45 hari, modal yang relatif kecil, teknologi yang sederhana dan pasar yang terbuka. Pasar yang terbuka karena rumput laut merupakan bahan baku untuk berbagai produk diantaranya seperti biofuel, agar-agar, karagenan, kosmetik, obat-obatan.
Untuk produksi ikan hias mengalami kenaikan rata-rata 7,34% per tahun pada periode tahun 2015-2019, yaitu dari 1,31 miliar ekor pada 2015 menjadi 1,67 miliar ekor pada 2019 (KKP 2019). Ikan hias menjadi komoditas unggulan dikarenakan: (i) sistem budidayanya tidak memerlukan lahan yang luas sehingga siapapun dapat membudidayakan ikan hias; (ii) nilai yang dihasilkan ikan hias jauh lebih besar dibandingkan dengan ikan konsumsi; (iii) perputaran uang di ikan hias lebih cepat dibandingkan dengan ikan konsumsi sehingga tingkat pengembalian modalnya pun lebih cepat dibandingkan dengan ikan konsumsi.
Pertumbuhan PDB Perikanan
Produksi tahun 2015- 2019 mengalami kontraksi dari 7,89% pada tahun 2015, kemudian secara fluktuatif turun menjadi 5,19; 5,70%; dan 5,19% pada 2016, 2017, dan 2018, kemudian menjadi 5,81% pada 2019 (DJPB 2019. Namun, secara kinerja PDB sub-sektor perikanan budidaya menunjukkan tren meningkat, dari Rp. 102.422 miliar pada tahun 2015 menjadi Rp. 144.795 miliar pada tahun 2019. Artinya, terjadi peningkatan share PDB perikanan budidaya terhadap PDB perikanan dari 50% pada tahun 2015 menjadi 57,9% pada tahun 2019 (BPS 2020). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja ekonomi perikanan budidaya yang positif dari tahun 2015-2019, mampu berperan dalam peningkatan kinerja ekonomi perikanan nasional.
Untuk Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPI) mengalami kenaikan rata-rata 0,6% per tahun pada periode tahun 2015-2019, yaitu dari 99,66 pada 2015 menjadi 102,09 pada 2019 (BPS 2019). Rata-rata NTPi tahun 2018-2019 telah dapat mencapai angka lebih besar dari 100, dimana pada 2015-2017 angka rata-rata NTPI selalu dibawah 100. Hal ini menunjukkan sejak 2018 terjadi perbaikan struktur ekonomi pembudidaya ikan yang diakibatkan oleh meningkatnya pendapatan pembudidaya.
Rata-rata pendapatan pembudidaya ikan pada tahun 2015-2019 mengalami peningkatan 4,94% pertahun, dari Rp. 2,99 juta/bulan di tahun 2015 menjadi Rp. 3,62 juta/bulan di tahun 2019 (BPS 2019). Angka pendapatan tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan rata-rata nilai Upah Minimum Regional (UMR) nasional, yaitu Rp. 1,69 juta/bulan di tahun 2015 menjadi Rp. 2,45 juta/bulan di tahun 2019. Peningkatan pendapatan pembudidaya ikan disebabkan oleh: (i) meningkatnya permintaan pasar terhadap komoditas perikanan budidaya; (ii) peningkatan produktivitas pembudidayaan ikan sebagai hasil penerapan teknologi anjuran; (iii) keberhasilan pelaksanaan program pembangunan perikanan budidaya.
Potensi Perikanan Budidaya
Indonesia memiliki potensi perikanan budidaya yang besar dan perlu terus dimanfaatkan secara optimal. Masih belum optimalnya pemanfaatan ini tentu saja mendegradasi mekanisme pengelolaan sumber daya kelautan. Pada hal secara konkret berbagai komponen masih sangat mendukung perkembangan potensi kelautan ini, khususnya perikanan budidaya.
Kenyataan bahwa Indonesia memiliki sumber daya / keanekaragaman hayati ikan yang melimpah. Beberapa jenis diantaranya mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti tuna, udang, lobster, sidat, kepiting, kakap, bawal, cobia, ikan karang, berbagai jenis ikan hias, kekerangan dan rumput laut. Demikian pula di perairan umum daratan seperti arawana, gabus, papuyu. Dengan melihat besarnya potensi dan manfaat perairan Indonesia, sudah seharusnya kelautan dan perikanan Indonesia menjadi penggerak baru ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. untuk ikan air tawar, Indonesia mempunyai keragaman hayati ikan yang tinggi, mulai dari ikan budidaya di kolam, seperti nila, lele, mas, gurame, patin, hingga ikan endemik.
Pada perspektif lain, bahwa luas lahan perikanan budidaya sangat besar dan dan dapat digunakan untuk berproduksi sepanjang tahun. Total potensi luas lahan perikanan budidaya sebesar 17,91 juta hektar, terdiri dari budidaya laut sebesar 12,12 juta hektar, budidaya air payau sebesar 2,96 juta hektar, dan budidaya air tawar sebesar 2,83 juta hektar (KKP 2019). Secara umum tingkat pemanfaatan lahan untuk kegiatan perikanan budidaya masih rendah yaitu baru mencapai 957 ribu hektar atau 5,35%, sehingga potensi pengembangan lahan masih sangat besar.
Tingkat pemanfaatan lahan dari yang terendah secara berturut-turut adalah budidaya laut 276 ribu hektar (2,28%); budidaya air tawar 148 ribu hektar (5,26%); dan budidaya air payau 532 ribu hektar (17,96%) (KKP 2019). Dilihat dari wilayahnya, Jawa dan Sulawesi adalah wilayah yang tertinggi tingkat pemanfaatannya masing-masing 14,27% dan 13,48%, sedangkan Papua adalah wilayah yang terendah tingkat pemanfaatannya yaitu hanya 0,13%.
Beberapa komoditas unggulan memiliki daya saing yang tinggi di pasar ekspor dan mampu berperan sebagai penopang ketahanan pangan. Komoditas ekspor antara lain udang, rumput laut, kerapu, nila, dan lobster. Sementara, komoditas untuk memenuhi ketahanan pangan meliputi lele, patin, mas, gurame, bandeng, kakap, bawal bintang, dan ikan lokal.
Sementara itu Indonesia juga memiliki potensi tenaga kerja yang besar, karena sebagian besar penduduk tinggal di daerah pedesaan yang memiliki potensi usaha perikanan budidaya, terlebih lagi penduduk yang tinggal di daerah pesisir. Apabila jumlah penduduk yang besar dapat ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya mengenai perikanan budidaya, maka ini dapat secara langsung menunjang peningkatan produksi perikanan budidaya.
Pada permasalahan teknologi pembudidayaan ikan telah dikuasai, baik oleh lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat. Ditjen Perikanan Budidaya telah menguasai dan menerapkan teknologi terbaru perikanan budidaya, untuk selanjutnya didiseminasikan kepada pembudidaya ikan. Demikian pula tersedianya sistem jaminan mutu produk perikanan budidaya yang telah konsisten diterapkan mulai dari tahapan pembenihan hingga tahapan pembesaran melalui penerapan sistem sertifikasi CPIB, sertifikasi CBIB, registrasi pakan, registrasi obat ikan, pengendalian residu dan surveilan dan monitoring penyakit. Sistem jaminan mutu akan meningkatkan keamanan pangan dan daya saing produk perikanan budidaya di pasar dunia.***(BERSAMBUNG)
*** Notaris di Kota Sampit, Pemerhati Hukum dan Sosial, Dosen STIH Tambun Bungai Kotawarngin Timur Kalimantan Tengah