PT ASL Pailit Buat Kriminalisi dan Rampas Lahan Petani, Menteri HAM Soroti Pelanggaran HAM

Bagikan Artikel Ini:

PT ASL Pailit Buat Kriminalisi dan Rampas Lahan Petani, Menteri HAM Soroti Pelanggaran HAM

Samarinda – Adanya puluhan bukti dokumen resmi keperdataan lahan milik petani di Desa Sungai Raya Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri hulu (Inhu)-Riau, yang di diserobot oleh perusahaan perkebunan sawit PT Alam Sari Lestari (PT ASL) dalam kondisi pailit, serta masyarakat yang menguasai lahan berlangsung belasan tahun di kriminalisasi, bisa dilaporkan kepada Mentri Hak Azasi Manusia (HAM) RI Natalius Pigai.

Pertama bukti surat risalah panitia pemeriksaan tanah B, nomor 34/RSL/GHU/2005 yang menunjukkan bahwa HGU PT ASL hanya mencakup Desa Talang Jerinjing Kecamatan Rengat Barat, Desa Payarumbai Kecamatan Seberida dan Desa Rawa Skip Kecamatan Rengat tanpa menyentuh Desa Sungai Raya.

Bukti berikutnya, adanya surat BPN/ATR nomor 1483/25.3-500/IV/2012, yang menyatakan Desa Sungai Raya tidak termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT Alam Sari Lestari.

Terkait dengan masalah sengketa hak keperdataan masyarakat, dimana lahan dan kebun petani kelapa sawit di Sungai Raya yang dicoba untuk dirampas oleh PT ASL (pailit), ditunggu laporan masyarakat Desa Sungai Raya oleh Menteri HAM Natalius Pigai, untuk dilakukan audit terkait apakah bisnis yang dilakukan PT ASL (pailit) sudah mengacu pada HAM dalam pengelolaan bisnis perkebunan kelapa sawit.

Baca Juga :  Konflik Pertanahan 60 % Melibatkan Oknum ATR / BPN

‘Perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak berpedoman pada prinsip-prinsip HAM dapat diaudit oleh Kementerian HAM,” kata Menteri HAM Natalius Pigai saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) ke-3 di Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (16/12/2024) malam.

Natalius Pigai menjelaskan, lima aspek penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit, khususnya yang terkait dengan pengelolaan lahan kelapa sawit di Indonesia.

Disampaikan Pigai, lima hal penting yang harus diperhatikan seluruh masyarakat dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, pertama tentang, melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses perizinan sebelum mengajukan izin, masyarakat harus diberitahu dan dilibatkan dalam prosesnya.

Kedua, keterlibatan komunitas lokal dan masyarakat adat, perusahaan harus memastikan masyarakat adat dan komunitas masyarakat lokal turut serta dalam pengelolaan lahan sawit.

Ketiga, pemberdayaan karyawan lokal, dimana perusahaan diwajibkan melibatkan tenaga kerja lokal sebagai bagian dari operasionalnya.

Keempat, perusahaan sawit harus melakukan penghormatan terhadap nilai budaya dan tatanan lokal, pengelolaan lahan harus mempertimbangkan nilai budaya masyarakat setempat.

Baca Juga :  Warga Diterkam Harimau Sedang Memancing, Selamat Usai Ditolong Teman

Dan yang ke lima, kelestarian lingkungan wajib menjaga perusahaan sawit untuk keseimbangan lingkungan alam dan memastikan keberlanjutannya.

“Saya memiliki kewenangan untuk melakukan audit terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak mematuhi prinsip-prinsip HAM. Indonesia telah menjadikan strategi nasional bisnis dan HAM sebagai acuan utama, sehingga perusahaan wajib mematuhi hal ini,” ujar Pigai.

Lebih lanjut kata Pigai, bahwa Kementerian HAM saat sedang menyiapkan regulasi, petunjuk teknis, dan operasional terkait implementasi bisnis berbasis HAM. “Selama perusahaan membangun usahanya berdasarkan nilai dan prinsip HAM, mereka tidak perlu takut. Namun, jika tidak, maka mereka harus memperbaikinya,” tegas Pigai.

Natalius Pigai juga menekankan bahwa kelestarian lingkungan dan keuntungan negara harus berjalan seimbang. “Tidak mungkin perusahaan tidak untung, tetapi mereka juga harus memastikan lingkungan tetap lestari,” pungkasnya.

Rakernas JMSI ke-3 dihadiri oleh Ketua Umum JMSI Dr. Teguh Santosa, Ketua JMSI Kalimantan Timur Muhammad Sukri, perwakilan Penjabat Gubernur Kalimantan Timur, Forkopimda, serta pengurus JMSI dari berbagai daerah di Indonesia. **

Komentari Artikel Ini