Siang Jadi Tempat Sekolah Malam jadi Kandang Ayam adminJumat, 13 Januari 2017 - 23:17 WIB 16 Dilihat SBNC – Mamasa – Sekolah Dasar 014 Tallang Bulawan, salah satu sekolah di Dusun Awo’, Desa Tallang Bulawan, Kecamatan Pana’, adalah salah satu potret sekolah tertinggal di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Semua dinding hanya ditopang dengan bambu. Ukuran ruangannya tak lebh dari 1,5 x 4 meter.Bacaan LainnyaTeguh Santosa Apresiasi Prestasi Pelajar Batam Berhasil Terbitkan 4 Karya Tulis Go NasionalEMP Grup Perkuat Sinergi dengan Jurnalis Lewat Edukasi Media di Padang PanjangProf. Didin: Kebijakan Tanpa Etika Sosial Akibatkan Kerusakan Lingkungan dan Ketimpangan Ekonomi Pada siang hari, sekolah digunakan belajar, dan malam hari kerap jadi kandang atau tempat ternak, seperti kambing dan ayam. “Karena sebagian dinding dan konstruksi bangunannya sudah rusak, kalau malam hari itu sering jadi kandang ternak juga. Jaraknya yang hanya beberapa meter dari permukiman warga membuat aktivitas belajar kerap terganggu,” ujar Boro, salah satu guru di SD 014 Tallang Bulawan, Kamis (12/1/2017) sebagaimana dikutip dari Kon-as.com. Sekolah yang berdiri sejak 6 tahun lalu ini berada di wilayah perbatasan Kabupaten Mamasa dan Tanah Toraja. Sekolah swadaya tersebut menjadi tempat anak-anak desa menggantungkan cita-cita dan harapan hidupnya. Sejak didirikan secara bergotong royong oleh masyarakat setempat, beberapa tahun lalu, gedung sekolah berdinding bambu dan beralas tanah ini belum pernah tersentuh bantuan renovasi dari pemda setempat. Padahal, di tempat ini terdapat 59 anak yang menuntut ilmu. Sejak berdiri, sekolah ini telah menamatkan siswa angkatan pertamanya. Tak ada fasilitas istimewa di sekolah ini. Ruangan guru dan kepala sekolah juga berfungsi sebagai tempat belajar. Tak ada sarana perpustakaan, apalagi komputer, yang menjadi tempat para guru dan siswa menambah ilmu pengetahuan. Sekolah yang tepat berada di tengah-tengah permukiman warga ini juga memiliki 6 kelas dengan 6 guru kelas. Seperti sekolah pada umumnya, murid-murid mengikuti proses belajar mengajar sesuai standar kurikulum nasional. Proses belajar mengajar di sekolah ini juga mengikuti jadwal secara normal, yakni pagi hingga siang hari. Para guru dan siswanya berharap bisa memiliki sekolah dan sarana belajar yang layak. Namun, karena keterbatasan kemampuan dana warga, sekolah ini terpaksa berjalan apa adanya. Yang penting, siswa bisa belajar secara normal setiap harinya. Bangunan sekolah yang berdempetan dan hanya berjarak beberapa meter dengan permukiman warga ini juga dikeluhkan para guru dan siswa. Sering kali suara-suara keributan atau aktivitas warga diakui sangat mengganggu konsentrasi siswa saat belajar. Di sisi lain, dinding bambu yang sudah mulai lapuk dan beberapa bagian yang bahkan sudah rusak membuat ternak warga bisa leluasa masuk keluar sekolah. (Sumber & poto : Kompas.com) Post Views: 16 Pos terkaitTeguh Santosa Apresiasi Prestasi Pelajar Batam Berhasil Terbitkan 4 Karya Tulis Go NasionalEMP Grup Perkuat Sinergi dengan Jurnalis Lewat Edukasi Media di Padang PanjangProf. Didin: Kebijakan Tanpa Etika Sosial Akibatkan Kerusakan Lingkungan dan Ketimpangan EkonomiRayakan HUT ke-5 di Banjarmasin, JMSI Luncurkan Program “JMSI Goes to SchoolPWI Riau Kirim Delegasi ke HPN 2025 di Kalimantan Selatan, Dheni: Kami Siap Memeriahkan KegiatanKarmila Sari: Libur Sekolah saat Ramadhan Perlu Kajian Mendalam